laporan farfis II FF UHO
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIKA II
PERCOBAAN IV
SEDIMENTASI
PARTIKEL SUSPENSI
NAMA : HARFINA
NIM : O1A115024
KELAS :
A
KELOMPOK
: V (LIMA)
ASISTEN :
CICI NOVIANTI
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2016
SEDIMENTASI PARTIKEL SUSPENSI
A.
Tujuan
Tujuan
pada percobaan sedimentasi partikel suspensi adalah:
1.
Untuk memahami dan mengamati
faktor-faktor dan parameter-parameter yang mempengaruhi stabilitas suatu
suspensi.
2.
Memahami pengaruh penambahan suspending agent pada sediaan suspensi.
3.
Memahami perbedaan antara sistem
suspensi terflokulasi dan terdeflokulasi.
B. Dasar
Teori
Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang
siap untuk digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi. Menurut Ansel (1985), obat adalah zat
yang digunakan untuk diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau
mencegah penyakit pada manusia atau hewan (Mahdiyar, dkk, 2012).
Suspensi
farmasi merupakan dispersi kasar dimana partikel padat yang tidak larut
terdispersi dalam medium cair. Suspensi dalam farmasi digunakan dalam berbagai
cara, antara lain injeksi intramuskuler, tetes mata, oral, dan rektal. Suspensi
oral dapat didefinisikan sebagai preparat yang mengandung partikel obat yang
terbagi secara halus disebarkan secara merata dalam pembawa dimana obat
menunjukan kelarutan yang sangat minimum (Fitriani, dkk, 2015).
Suspensi adalah suatu bentuk sediaan yang
mengandung bahan obat padat dalam bentuk halus dan tidak larut, terdispersi
dalam cairan pembawa dan merupakan sistem heterogen yang terdiri dari dua fase.
Fase kontinu atau fase luar umumnya merupakan cairan atau semipadat, dan fase
terdispers atau fase dalam terbuat dari partikel-partikel kecil yang pada
dasarnya tidak larut, tetapi terdispersi seluruhnya dalam fase kontinu.
Suspensi oral lebih disukai daripada bentuk padat (tablet atau kapsul dari obat
yang sama) karena mudahnya menelan cairan, absorbsinya lebih cepat, dan bioavailabilitasnya
lebih baik (Chasanah, dkk, 2010).
Bentuk
sediaan suspensi diformulasikan karena beberapa zat aktif obat mempunyai
kelarutan yang praktis tidak larut dalam air, tetapi diperlukan dalam bentuk
cair agar mudah diberikan kepada pasien yang mengalami kesulitan untuk menelan,
mudah diberikan pada anak-anak, serta untuk menutupi rasa pahit atau aroma yang
tidak enak dari zat aktif obat. Alasan lain adalah karena air merupakan pelarut
yang paling aman bagi manusia. Untuk itu air digunakan sebagai medium pembawa
pada sebagian besar sediaan suspensi.Walaupun zat aktif obat memiliki kelarutan
buruk dalam air, zat aktif obat tetap dapat dibuat ke dalam bentuk sediaan
cair/liquida dengan adanya bantuan suspending
agent.
Pengendapan suspensi farmasetika dari fase
internal ditentukan oleh waktu. Tingkat sedimentasi ini bergantung pada
beberapa faktor seperti ukuran partikel dari fase eksternal, perbedaan densitas
antara fase eksternal kontinu dan fase internal diskontinu. Selain itu,
pengendapan juga dipengaruhi oleh viskositas fase kontinu (Ogaji, dkk, 2012).
Penggunaan suspending
agent bertujuan untuk meningkatkan
viskositas dan memperlambat proses pengendapan sehingga menghasilkan suspense
yang stabil. Suspensi stabil apabila zat yang tersuspensi tidak cepat
mengendap, harus terdispersi kembali menjadi campuran yang homogeny dan tidak
terlalu kental agar mudah dituang dari wadahnya. Salah satu suspending agent yang sering digunakan
dalam pembuatan sediaan suspensi yaitu CMC (Anjani, dkk, 2011).
Penyiapan fase terdispersi merupakan langkah
penting dalam formulasi suspensi. Salah satu kriteria yang suspensi yang baik
yaitu ukuran yang tepat dari fase terdispersi. Ukuran yang tepat dari fase
terdispersi dibutuhkan untuk stabilitas fisik yang baik dan tingkat disolusi
yang cepat. Ukuran partikel dalam suspense dapat diturunkan dengan teknik
sepertik mikronisasi yang menggunakan variasi ukuran dan juga dengan teknik
farmasetik seperti co-presipitasi dan metode perubahan pH (Seelam dan Abafita,
2015).
C. Alat Dan Bahan
1. Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan
ini yaitu :
a. Batang Pengaduk
b. Gelas Kimia 100 mL
c. Gelas Ukur 50 mL
d. Lumpang dan alu
e. Pipet tetes
f. Sendok Tanduk
g. Spatula
h. Stopwatch
i.
Sudip
j.
Timbangan
Analitik
2. Bahan
Bahan- bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu
:
a. Aquadest
b. Na-CMC
c. Kertas Perkamen
d. Parasetamol
e. Propilen Glikol
f. Plastik Wrap
g. Tissue
D. Prosedur Kerja
1.
Pembuatan suspensi
a.
Formula 1
|
-
Digerus.
-
Ditimbang sebanyak 2 gram.
-
Dimasukkan kedalam gelas kimia.
-
Ditambahkan akuades sedikit demi
sedikit sampai dapat dituang.
-
Dimasukkan kedalam gelas ukur.
-
Ditambahkan akuades hingga 50 mL.
-
Dikocok sampai homogen.
-
Didiamkan suspensi, dan diamati
tinggi sedimen tiap 15, 30, 45 dan 60 menit.
-
Dihitung volume sedimentasi dan
derajat flokulasi.
Hasil
pengamatan
b. Formula 2 dan 3
NaCMC
0,25%
|
NaCMC
0,5%
|
-
Dimasukkan dalam lumpang.
-
Ditambahkan akuades.
-
Digerus hingga terbentuk mucilago.
-
Ditimbang parasetamol 3 gram.
-
Dimasukkan kedalam mucilago NaCMC,
aduk hingga homogen.
-
Ditambahkan akuades sampai dapat
dituang.
-
Dimasukkan kedalam gelas ukur.
-
Ditambahkan akuades hingga 50 mL.
-
Dikocok sampai homogen.
-
Didiamkan suspensi, dan diamati
tinggi sedimen tiap 15, 30, 45 dan 60 menit.
-
Dihitung volume sedimentasi dan
derajat flokulasi.
Hasil pengamatan
c. Formula 4 dan 5
NaCMC
1 %
|
NaCMC
0,5%
|
-
Dimasukkan dalam lumpang.
-
Ditambahkan akuades.
-
Digerus hingga terbentuk mucilago.
-
Ditimbang parasetamol 3 gram.
-
Dibasahi dengan propilenglikol.
-
Dimasukkan kedalam mucilago NaCMC,
aduk hingga homogen.
-
Ditambahkan akuades sampai dapat
dituang.
-
Dimasukkan kedalam gelas ukur.
-
Ditambahkan akuades hingga 50 mL.
-
Dikocok sampai homogen.
-
Didiamkan suspensi, dan diamati
tinggi sedimen tiap 15, 30, 45 dan 60 menit.
-
Dihitung harga volume sedimentasi
dan derajat flokulasi.
Hasil
pengamatan
C.
Hasil Pengamatan
1.
Tabel pengamatan
No.
|
Waktu (t)
(menit)
|
Tinggi
sedimen formula (mL)
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
1
|
5
|
4
|
4,5
|
4,5
|
5
|
5
|
2
|
10
|
50
|
50
|
50
|
50
|
50
|
3
|
15
|
50
|
50
|
50
|
50
|
50
|
4
|
20
|
1
|
1,5
|
2
|
2,5
|
2,5
|
5
|
25
|
50
|
50
|
50
|
50
|
50
|
2.
Hasil perhitungan
a.
Perhitungan harga volume
sedimentasi (F)
No.
|
Waktu (t)
(menit)
|
Volume
sedimen formula (F) (mL)
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
1
|
5
|
0,08
|
0,09
|
0,09
|
0,1
|
0,1
|
2
|
10
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
3
|
15
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
4
|
20
|
0,02
|
0,03
|
0,04
|
0,05
|
0,05
|
5
|
25
|
1
|
1
|
1
|
1
|
1
|
b.
Perhitungan Derejat flokuasi
No.
|
Waktu (t)
(menit)
|
Volume
sedimen formula (F) (mL)
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
1
|
0
|
50
|
50
|
50
|
50
|
50
|
2
|
15
|
16,6
|
50
|
50
|
50
|
50
|
3
|
30
|
16,6
|
50
|
50
|
50
|
50
|
4
|
45
|
16,6
|
50
|
50
|
50
|
50
|
5
|
60
|
16,6
|
50
|
50
|
50
|
50
|
F. Pembahasan
Suspensi adalah suatu dispersi kasar di mana partikel zat
padat yang tidak larut terdispersi dalam suatu medium cair. Suspensi terdiri
dari partikel kecil yang di kenal dengan fase terdispersi, terdistribusi
keseluruhan medium kontinu atau medium pendispersi berupa zat cair. Terdapat
dua sistem suspensi yaitu deflokulasi dan flokulasi. Pada sistem deflokulasi,
partikel sangat lambat mengendap dikarenakan adanya peningkatan potensial zeta
(25 mV atau lebih). Semakin tinggi nilai potensial zeta maka semakin kuat gaya
tolak-menolak antar partikel sehingga terjadi pengendapan yang lambat. Selain
itu, pada sistem ini terbentuk ukuran partikel terkecil yang menujukkan
peningkatan luas permukaan partikel.
Peningkatan luas
permukaan berbanding lurus dengan peningkatan sudut kontak antar partikel.
Ketika terjadi pengendapan, partikel membentuk cake yang keras yang sukar
ditembus oleh medium pendispersi, sehingga sukar didispersikan kembali.
Sedangkan pada sistem flokulasi, partikel sangat cepat mengendap dikarenakan
adanya penurunan potensial zeta (kurang dari 25 mV). Jika nilai potensial zeta
rendah maka semakin kuat gaya tarik-menarik sehingga terbentuk agregat yang
longgar yang dapat mengendap lebih cepat. Selain itu, dengan terbentuknya
agregat, terjadi peningkatan ukuran partikel yang menujukkan penurunan luas
permukaan partikel. Penurunan luas permukaan berbanding lurus dengan penurunan
sudut kontak antar partikel. Ketika terjadi pengendapan, celah antar partikel
mudah ditembus oleh medium pendispersi sehingga suspensi dapat didispesikan
kembali dengan cepat.
Volume sedimentasi
adalah suatu rasio dari volume sedimentasi akhir (Vu) terhadap volume mula-mula
dari suspensi (Vo) sebelum mengendap. Derajat flokulasi adalah suatu rasio
volume sedimen akhir dari suspensi flokulasi (Vu) terhadap volume sedimen akhir
suspensi deflokulasi (Voc). Jika nilai derajat flokulasi kurang dari 1 (satu)
maka volume akhir sedimentasi lebih kecil dari volume awal sedimentasi, hal ini
dikarenakan suspensi membentuk cake atau lempengan yang keras, sedangkan jika
derajat flokulasi lebih besar dari 1 (satu) maka volume sedimentasi akhir
lebih besar dari sedimentasi awal,
sehingga menunjukan pranatan yang jernih pada suspensi.
Percobaan Sedimentasi
Suspensi menggunakan Bahan Parasetamol dan NaCMC serta Propilen Gliokol.
Parasetamol adalah derivate asetanilida yang berkhasiat sebagai analgetik dan
antipiretik tetapi tidak anti radang. Parasetamol larut dalam 70 bagian air hal
ini berarti parasetamol agak sukar larut dalam air dengan pemerian serbuk
hablur putih, tidak berbau, rasa sedikit pahit. NaCMC sebagai emulsifier
sedangkan Propilen Glikol sebagai pembahasah yang membantu mengurangi kecepatan
sedimentasi. Na CMC merupakan floculatingagent, kerena NaCMC berfungsi untuk
meningkatkan viskositas dari suspensi, semakin besar konsentrasi NaCMC makin
besar viskositas suspensi, semakin besar viskositas suspensi maka pengendapan
yang terjadi akan semakin lambat. Propilenglikol berupa cairan kental, jernih,
tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, higroskopik
Percobaan
Sedimentasi suspense ini dibuat menjaddi 5 bagian suspensi dengan penambahan
zat yang berbeda. Zat yang disuspensi adalah Parasetamol yang sangat sukar larut dalam air. Parasetamol
pada percobaan ini digerus terlebih
dahulu, penggerusan ini bertujuan untuk menyeragamkan ukuran partikel,
meningkatkan sudut kontak agar mudah terbasahi, dan pengecilan ukuran partikel
sehingga partikel Parasetamol sulit untuk mengendap. Suspensi pertama terdiri
dari 3 gram Parasetamol, suspensi kedua terdiri dari 3 gram Parasetamol dan 0,5
gram NaCMC, suspensi ketiga terdiri dari 3 gram Parasetamol dan 0,25 gram Na
CMC, suspensi keempat 3 gram parasetamol 0,25 NaCMC dan propilenglikol, dan
suspensi kelima adalah 3 gram Parasetamol dan 0,5 gram NaCMC. Kelima
suspensi ini dikocok terlebih dahulu dan didiamkan selama 0 menit, 5 menit 10
menit, 20 menit, 40 menit, 60 menit. Pada menit ke 15 yang paling cepat
mengendap yaitu suspensi keempat, yaitu Parasetamol tanpa NaCMC, dan yang
paling lambat mengendap adalah suspensi dengan Penambahan NaCMC baik
konsentrasi 0,5 maupun 0,25.
Suspensi pada tabung ,
dengan penambahan NaCMC lama mengalami pengendapan karena NaCMC merupakan polimer yang memiliki rantai
panjang dan mempunyai bobot molekul yang tinggi dan mengandung gugus aktif yang
ditempatkan disepanjang rantai NaCMC bekerja sebagai pemflokulasi karena
sebagian dari rantai tersebut diadsorbsi pada permukaan partikel, dengan bagian
tersisa mengarah keluar medium dispers. NaCMC berfungsi untuk meningkatkan
viskositas dari suspensi, semakin besar konsentrasi NaCMC makin besar
viskositas suspensi, semakin besar viskositas suspensi maka pengendapan yang
terjadiakan semakin lambat. NaCMC bekerja sebagai pemflokulasi dengan membentuk
jaring-jaring polimer yang dapat mengikat partikel Parasetamol. Jaring polimer tersebut
diadsorbsi pada permukaan partikel Parasetamol, dengan bagian tersisa mengarah
keluar medium dispersi. Oleh karena partikel Parasetamol terlindungi oleh NaCMC maka
terjadi penurunan tegangan permukan dan mengakibatkan pengelompokaan tak dapat
terhindarkan. Pengelompokan ini bukan terjadi karena partikel Parasetamol tetapi karena adanya NaCMC yang
melapisi atau melindung partikel Parasetamol sehingga partikel cepat mengendap
namun dapat terdispersi kembali karena ikatan antar pelindung (NaCMC) membuat
gayavan der Waals lemah. Polimer ini juga menunjukkan aliran pseudoplastis
dalam larutan yang berpotensi menstabilkan bentuk fisik suspensi.
Suspensi pada tabung
IV, Parasetamol ditambahkan dengan
propilenglikol. Propilenglikol merupakan wetting agent yang berfungsi
menurunkan tegangan antarmuka antara partikel padat dan cairan pembawa.
Turunnya tegangan antar muka akan menurunkan sudut kontak sehingga memudahkan
dalam pembasahan, sehingga serbuk dari Parasetamol mudah mengendap atau membentuk
flokulat-flokulat. Prinsip kerja dari wetting agent yaitu memindahkan udara
diantara partikel-partikel yang hidrofobik, sehingga bila ditambahkan air dapat
menembus dan membasahi partikel Parasetamol
karena lapisan wetting agent
tersebut pada permukaan partikelnya mudah bercampur dengan air.
Hasil pengamatan,
didapatkan volume sedimentasi derajat
tabung I yaitu sebesar 0,02 mL ; 0,06 mL; 0,06 mL; 0,06 mL ; 0,06 mL ,
pada tabung II sebesar 1 mL; 0,02 mL; 0,02 mL; 0,02 mL pada tabung III sebesar 0,02
mL untuk semua waktu parameyer. Pada
tabung IV sebesar 1 mL pada menit 15 dan 0,02 mL setelah menit ke 15 dan pada tabung V sebesar 1 mL untuk semua
parameter waktu. Sedangkan derajat flokulasi yang terbentuk yaitu pada Tabung 1
pada menit ke 15 sebesar 50 dan setelahnya sebesar 16,6 ; pada tabung II
derajat flokilasi seluruhnya 50 ,pada tabung III, IV, dan V juga derajat
flokulasinya 50 . Sehingga dapat dikatakan bahwa Derajat flokulas untuk sediaan
suspensi yaitu sebesar 1 (satu).Semakin mendekati angka 1 (satu) suatu nilai
derajat flokulasinya maka semakin baik pula sedian suspensi tersebut, hal ini
dikarenakan jika deraja flokulasi sebeesar 1 (satu) maka volume akhir
sedimantasisama dengan sedimentasi awal atau tidak terjadi penambahan voleme sedimentasi
akhir, artinya sedimentasi tetap ketika pengukuran sedimentasi tak terhingga
dilakukan, dan masih terdapat partikel yang masih terdispersi dalam sediaan
suspensi.
Berdasarakan hasil
pengamatan, didapatkan suspensi Parasetamol yang ditambahkan dengan NaCMC
derajat flokulasinya yang paling baik. Volume ini sedimentasi mempertimbangkan rasio akhir dari
endapan terhadap tinggi awal dari suspensi pada waktu suspensi mengendap dalam
suatu kondisi di bawah standar. Semakin mendekati angka 1 volume sedimentasinya
semakin baik suspensinya. Kecepatan volume sedimentasi dapat bertambah dengan
adanya flokulan.
G.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan Sedimentasi Partikel Suspensi
yaitu :
1.
Faktor-faktor dan parameter-parameter yang mempengaruhi stabilitas suatu
suspensi yaitu Ukuran partikel ,
Kekentalan ,jumlah Partikel (konsentrasi) sifat atau muatan partikel serta
jenis emulsifier yang digunakan.
2.
Pengaruh penambahan suspending
agent pada sediaan suspensi
adalah untuk meningkatkan viskositas suspense sehingga menjadi lebih stabil.
3. Perbedaan antara sistem
suspensi terflokulasi dan terdeflokulasi yaitu pada sistem flokulasi, partikel flokulasi terikat lemah , cepat
mengendap dan pada penyimpanan tidak terjadi cake. Sedangkan pada partikel deflokulasi mengendap perlahan
akhirnya membentuk sedimen.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Amran,
2008, Pengaruh Garam-Garam Nitrat Terhadap Konsentrasi Miselisasi Kritis (CMC, Critical Micellization Concentration)
Saponin, Jurnal SAINSTEK, Vol 11 (1).
Fitriani, Y.N., Cikra, INHS.,
Ninis Y., dan Dyah, A., 2015, Formulasi and Evaluasi Stabilitas Fisik Suspensi
Ubi Cilembu (Ipomea batatas L.)
dengan Suspending Agent CMC Na dan PGS Sebagai Antihiperkolesterol, Jurnal Farmasi Sains Dan Terapan, Vol 2 (1).
Jomes, J., Colin, B. dan Halen, S., 2002, Prinsip-
Prinsip Sains untuk Keperawatan, Erlangga, Jakarta.
Martin A.,
James S., dan Arthur C., 1983, Farmasi Fisik Edisi II, UI- Press, Jakarta.
Noviza,
D., Nine, F. dan Salman, U., 2015, Solubilsasi
Parasetamol dengan Ryoto Sugar Ester dan Propilen glikol, Jurnal Sains Farmasi & Klinis. Vol 1(2).
Patel, Rajesh m., 2010,
Parenteral Suspension, International Journal Of Current
Pharmaceutical Research, Vol 2(3).
Senthil, V.
dan Sripreethi, D., 2011, Formulation
and Evaluation of Paracetamol Suspension from Trigonella Foenum Graecum
Mucilage, Journal of Advanced Pharmacy
Education & Research, Vol 1 (5).
Soedirman, I., Agus, S. dan Reza,
P.H., 2010, Efek penambahan Polivinil Pirolidon terhadap Disolusi Tablet
Parasetamol, Jurnal PHARMACY. Vol 7 (2).
Syamsuni, HA., 2006, Ilmu Resep,
EGC penerbit buku kedokteran, Jakarta.
Komentar
Posting Komentar